BOGOR, CEKLISSATU - Sekretaris Daerah (Sekda) Kota BogorSyarifah Sofiah mengajak kolaborasi percepatan penurunan angka stunting.

Pasalnya, berdasarkan hasil penelitian penanganan stunting tidak cukup hanya sekali, namun harus berkesinambungan dan melibatkan banyak pihak karena pemerintah tidak bisa sendiri.

Menurut Syarifah, hasil dari pelaksanaan program Penting Lur (Pemerintah Kota Bogor, Peduli Stunting Melalui Telur) yang melibatkan ASN Kota Bogor melalui pemberian protein telur secara konsisten bagi anak stunting dan risiko stunting mampu memberikan dampak yang cukup signifikan. 

Namun dari jumlah keseluruhan hanya setengahnya yang bisa ditangani, sisanya harus ditangani bersama berbagai pihak atau berkolaborasi.

Baca Juga : Angka Stunting Kabupaten Bogor Menurun, Ravindra Airlangga: Budayakan Konsumsi Protein

Tercatat, untuk jumlah keluarga risiko stunting di Kota Bogor kurang lebih ada 20 ribu yang terdiri dari calon pengantin (catin), anak di bawah dua tahun (baduta), ibu hamil dan ibu menyusui. 

“Pemerintah tidak bisa sendiri. Ke depan penanganannya sesuai data dan informasi wilayah tidak hanya sekali, tetapi dalam kurun waktu 3 hingga 6 bulan berkolaborasi pihak lain dalam hal para pelaku usaha yang terdekat, nantinya pola yang akan diatur oleh dinas terkait. Harapan kita semua ibu hamil terhindar dari melahirkan anak stunting dengan cara menitipkan dan mengurus janinnya, mengkonsumsi gizi yang baik dan juga memperhatikan kebersihan lingkungannya,” kata Syarifah seperti dikutip dari keterangannya, Rabu 24 Januari 2024.

Dengan usaha bersama, Syarifah menginginkan penderita stunting di Kota Bogor sembuh dan keluarga risiko stunting tidak bertambah lagi.

Stunting terjadi pada 1.000 hari pertama pada kelahiran. Jika terlewati atau terlampaui, maka akan muncul anak stunting yang pertumbuhannya tidak bisa diperbaiki, imunitas tubuh dan perkembangan otaknya terganggu sehingga IQ-nya tidak berkembang. 

“Kita harus berpacu dan berkolaborasi untuk menanganinya. Jika melihat jumlah yang demikian banyak jika tidak tertangani dengan benar, maka dalam beberapa tahun lagi atau saat Indonesia emas tahun 2045. Saat anak memasuki usia kerja, kualitas SDM anak Indonesia akan sulit bersaing,” tegasnya.

Terkait lingkungan kata Syarifah, di Kota Bogor masih ada 30 ribuan keluarga yang ODF yang mana pada tahun 2023 sebanyak 10 ribu telah diselesaikan dan sisanya masih 20 ribuan akan ditangani bersama-sama sebagai dukungan akselerasi percepatan penurunan stunting. Disamping itu, penyakit yang diderita masyarakat sebesar 70 persen berkaitan dengan lingkungan. 

Kepala Badan Perencanaan Pembangunan dan Inovasi Daerah (Bapperida) Kota Bogor, Rudy Mashudi menyampaikan sejumlah data melengkapi apa yang disampaikan Sekda. Diantaranya berdasarkan hasil survei status gizi Indonesia tahun 2022, stunting Kota Bogor ada di angka 18,7 persen, sementara provinsi 20,2 persen dan nasional 21,6 persen. 

Percepatan penurunan stunting sebut Rudy tidak terlepas dari target yang ditetapkan pemerintah pusat mempersiapkan anak-anak usia dini menjadi SDM generasi emas tahun 2045. 

“Dengan kekuatan dan kolaborasi pentahelix dalam percepatan penurunan stunting, maka target 14 persen secara nasional tahun 2024 dan target di Kota Bogor sebesar 9,9 persen, optimistis dapat kita capai bersama-sama,” tutupnya.