BOGOR, CEKLISSATU - Ketua Persatuan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Kota Bogor, Yuno Abeta Lahay mengaku keberatan terhadap kebijakan kenaikan pajak hiburan sebesar 40 persen yang baru-baru ini diumumkan.


Menurut Yuno, sekarang isu ini menjadi perbincangan hangat di tengah masyarakat, terutama dengan langkah Ketua Umum PHRI dan Gabungan Industri Pariwisata Indonesia (GIPI) yang sedang mengajukan yudisial review ke Mahkamah Konstitusi serta menyurati Presiden RI.


"PHRI Kota Bogor secara tegas menyatakan sikap bergabung dengan GIPI untuk menunjukkan keberatannya terhadap kebijakan ini, mengingat dampak yang sangat besar terhadap sektor pariwisata," ucapnya kepada Ceklissatu.com pada Senin, 22 Januari 2024.

Baca Juga : BPC PHRI Kabupaten Bogor Harapkan Rencana Kenaikan BPJT Dipertimbangkan, Ini Alasanya


Yuno menekankan bahwa pariwisata dan hiburan memiliki keterkaitan yang sangat erat dan jika ada gangguan pada sektor hiburan dapat berdampak signifikan pada seluruh sektor pariwisata.


Yuno membandingkan bahwa jika melihat kebijakan negara tetangga terkait hal itu, justru malah menurunkan pajak hiburan sebab untuk menjadi magnet kunjungan wisatawan.


"Sementara di kita kebalik. Untuk itu makanya kita sangat keberatan dan berjuang keras untuk mendorong supaya aturan ini dibatalkan. Selain itu di dalam hotel juga ada hiburan yang kena yakni Spa, jadi itu semua kita fight total," tegasnya.


Selain dampak pada industri hiburan, Yuno juga menilai bahwa kenaikan pajak ini akan dirasakan di sektor hotel, terutama pada layanan spa. Ini mengindikasikan bahwa kebijakan tersebut tidak hanya merugikan hiburan langsung, tetapi juga menyentuh berbagai aspek bisnis di sektor pariwisata.


Sementara itu, usai diterbitkannya Peraturan Daerah Nomor 1 Tahun 2024 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah imbas dari Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (HKPD). Tarif pajak untuk jasa hiburan seperti diskotek, karaoke, kelab malam, bar, dan mandi uap/spa naik menjadi 40-75 persen.


Hal tersebut tercantum dalam Pasal 58 ayat 2 UU HKPD, menyebutkan bahwa khusus tarif Pajak Barang dan Jasa Tertentu (PBJT) atas jasa hiburan pada diskotek, karaoke, kelab malam, bar dan mandi uap/spa ditetapkan paling rendah 40 persen dan paling tinggi 75 persen.