BOGOR, CEKLISSATU - Sekretaris Badan Pimpinan Cabang Perhimpunan Hotel Restoran Indonesia (BPC PHRI) Kabupaten Bogor, Boboy Ruswanto mengharapkan, kebijakan Pajak Barang dan Jasa Tertentu (BPJT) bisa dipertimbangkan kembali. Pasalnya, sebagian besar tempat hiburan yang ada di Kabupaten Bogor merupakan fasilitas yang disediakan hotel dan restoran.


“Untuk PBJT, hiburan untuk di hotel kita berharap itu bagian dari fasilitas dan tidak dikenakan  tarif pajak yang tercantum dalam Perda nomor 11 tahun 2023 Tentang Pajak Daerah Dan Retribusi Daerah,”kata dia.


“Dalam Perda tersebut tertuang jika Jasa perhotelan adalah jasa penyediaan akomodasi yang dapat dilengkapi jasa pelayanan makanan dan minuman, kegiatan hiburan dan atau fasilitas lainnya,” lanjut Boboy.

Baca Juga : Soal Debat Cawapres, PSI Sebut Gibran Kembali Unggul: Optimis Raih 51 Persen Suara di Kota Bogor


Pemerintah akhirnya menetapkan kenaikan pajak barang dan jasa tertentu (PBJT) untuk jasa hiburan sebesar 40 persen hingga 75 persen yang diatur dalam UU No. 1/2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah. Tarif PBJT tersebut dikhususkan untuk diskotek, karaoke, kelab malam, bar dan spa.


Anggota Komisi XI DPR RI Hafisz Tohir mengatakan pajak yang dikenakan pada jasa hiburan sebenarnya bergantung pada jenis jasa hiburan yang ditawarkan. Selain itu, pengenaan pajak pada jasa hiburan juga melihat sejauh mana jasa hiburan tersebut bermanfaat.


"Kalau nilai mudaratnya tinggi, maka wajib untuk dinaikkan. Jadi kalau dasar pemikiran kami di Komisi XI ya seperti itu. Pemerintah atau negara boleh mengambil pajak hiburan tinggi, memang akibat yang dibuat oleh hiburan tersebut memang agak tinggi risikonya. Maka untuk CSR-nya pun harus tinggi. Maka itu diambil lalu pajak tinggi," ujar Hafisz.


Namun, Hafisz menambahkan, di tengah masih besarnya tekanan ekonomi yang terjadi, kenaikan pajak hiburan tersebut kemudian membebani pengusaha. Untuk itu, Komisi XI nantinya akan mengundang Direktorat Jenderal Pajak untuk menyampaikan asumsi terhadap pengenaan pajak sebesar 40-70 persen tersebut.


"Kami akan mengundang Direktorat Jenderal Pajak di Komisi XI untuk menyampaikan asumsi mereka kenapa ini menjadi ribut yang tadinya tidak ada keributan ya. Sebetulnya (pengaturan pajak) itu domainnya pemerintah tetapi jika ini meresahkan masyarakat, maka DPR berhak untuk mempertanyakan kepada pemerintah," tandas Politisi Fraksi PAN itu