JAKARTA, CEKLISSATU - Wakil Direktur Tindak Pidana Ekonomi dan Khusus (Wadirtipideksus) Bareskrim Polri Kombes Helfi Assegaf membeberkan para tersangka penyelewengan dana donasi Aksi Cepat Tanggap (ACT) menerima gaji ratusan juta tiap bulannya.

Adapun nilai gaji keempatnya mulai dari Rp 50 juta hingga Rp 450 juta. Tersangka Ahyudin menerima gaji Rp450 juta, sementara Ibnu Khajar menerima gaji Rp150 juta yang duitnya berasal dari donasi publik yang terkumpul.

"Gajinya sekitar 50-450 juta perbulannya. A (Ahyudin) Rp450 juta, IK (Ibnu Khajar) Rp150 juta, HH (Heryana Hermain) dan NIA (Novardi Imam Akbari) Rp50 juta sampai Rp100 juta," kata Helfi dalam konferensi pers, Senin 25 Juli 2022.

Helfi mengungkapkan pengalihan duit donasi tersebut dimungkinkan lewat penerbitan Surat Keputusan Bersama (SKB) untuk pemotongan dana donasi sekitar 20-30 persen untuk operasional yayasan.

Adapun Ahyudin merupakan pendiri sekaligus mantan Presiden ACT, Ibnu Khajar sebagai Presiden ACT, serta Heryana Hemain dan Novardi Imam Akbari sebagai anggota dan Ketua Dewan Pembina.

Baca Juga : Polri Tetapkan 4 Tersangka Dugaan Penyelewengan Dana ACT

Saat ini, keempat tersangka belum ditahan polisi. Penyidik akan melakukan koordinasi terlebih dulu untuk menentukan ditahan atau tidaknya keempat orang tersebut.

Diketahui, ada tiga hal yang didalami oleh penyidik Bareskrim Polri dalam kasus ACT, yakni terkait dengan dugaan penyelewengan dana CSR ahli waris korban kecelakaan pesawat Lion Air JT-610. 

Kemudian kedua masalah penggunaan uang donasi yang tidak sesuai dengan peruntukannya, yaitu terkait dengan informasi yang diberikan oleh Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPAT). 

Selanjutnya ketiga adanya dugaan menggunakan perusahaan-perusahaan baru sebagai cangkang dari perusahaan ACT.

Atas perbuatan mereka, keempat tersangka dijerat dengan Pasal 372 KUHP, Pasal 374 KUHP, Pasal 45a Ayat 1 juncto Pasal 28 Ayat 1 UU Nomor 19 Tahun 2012 Tentang ITE.

Selain itu mereka juga dikenakan Pasal 70 Ayat 1 dan 2 juncto Pasal 5 UU Nomor 16 Tahun 2001 sebagaimana diubah UU Nomor 28 Tahun 2004 tentang Yayasan, Pasal 3,4 dan 6 UU Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencucian Uang, dan Pasal 55 KUHP juncto Pasal 56 KUHP.

"Ancaman penjara untuk TPPU 20 tahun, dan penggelapan 4 tahun," kata Helfi.