JAKARTA, CEKLISSATU - Direktur PT Hanson International Tbk, Benny Tjokrosaputro membacakan nota pembelaan atau pleidoi dalam sidang yang akan digelar di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, hari ini, Rabu 16 November 2022.

Benny merupakan terdakwa kasus dugaan korupsi pengelolaan pengelolaan keuangan dan dana investasi di PT Asuransi Sosial Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (Asabri) (Persero). Benny bersama sejumlah terdakwa lainnya dinilai terbukti merugikan keuangan negara hingga Rp22,7 triliun dalam kasus itu. 

Hal itu sebagaimana perhitungan kerugian keuangan negara oleh BPK RI Nomor: 07/LHP/XXI/05/2021 tanggal 17 Mei 2021.

"Pembacaan pembelaan atau pledoi terdakwa," demikian agenda sidang yang dimuat dalam laman Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP) PN Jakarta Pusat. 

Dalam kasus ini, Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada Kejaksaan Agung (Kejagung) menuntut Benny dengan pidana mati lantaran dinilai telah terbukti melakukan tindak pidana korupsi terkait pengelolaan keuangan dan dana investasi di PT Asabri tahun 2012-2019.

“Menghukum terdakwa Benny Tjokrosaputro dengan pidana mati," kata Jaksa dalam persidangan di ruang sidang Hatta Ali. 

Baca Juga : Inflasi Kota Bogor Urutan 3 Tertinggi di Jabar

Sementara itu, Benny mencurahkan unek-uneknya setelah dituntut pidana mati oleh jaksa penuntut umum Kejagung. Benny mengaku merasa dirugikan atas proses hukum yang tebang pilih oleh Kejagung.

Sebab, ia selaku Direktur Utama PT Hanson International dituntut lebih berat daripada mantan Direktur Utama PT Asabri yang menurutnya mempunyai tanggung jawab terkait kasus ini.

"Tuntutan ini jauh lebih berat dari tuntutan yang disampaikan oleh jaksa penuntut umum dalam perkara mantan Direktur PT Asabri yang jelas-jelas memiliki kekuasaan dan wewenang untuk menentukan suatu transaksi," ujar Benny.

Dalam perkara ini, mantan Dirut PT ASABRI Adam Rachmat Damiri dan Sonny Widjaja dituntut jaksa dengan pidana masing-masing 10 tahun penjara. Namun, dalam putusan pengadilan tingkat pertama, keduanya divonis dengan pidana 20 tahun penjara.

Menurut Benny, jaksa menutup mata terhadap keuntungan yang diperoleh PT Asabri.

Baca Juga : Jokowi Tanggapi Serangan Rudal Ukraina ke Polandia

"Selama persidangan ini berlangsung, saya juga menengarai penuntut umum berusaha untuk menghapuskan keuntungan triliunan rupiah yang diterima PT Asabri dari saya, caranya dengan hanya menyebutkan uang keluar dari PT Asabri tanpa menyebutkan adanya uang diterima oleh PT Asabri," kata Benny.

"Anehnya hitungan itu kemudian diamini saja oleh BPK seolah-olah PT Asabri hanya mengeluarkan uang tanpa pernah menerima apa pun," sambungnya.

Benny menyatakan penegakan hukum kasus ini tidak tepat sasaran. Hal itu dikuatkan dengan Pasal Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) yang turut dikenakan kepadanya.

Padahal, kata Benny, dalam persidangan ia sudah terang-terangan bahwa dirinya merupakan seorang pengusaha properti dan investor yang memperoleh dana-dana secara sah melalui warisan dari orang tua. Selain itu, dari penjualan properti kepada konsumen, investasi yang dilakukan oleh investor dalam dan luar negeri, dan hubungan kerja sama dengan partnership.

"Semuanya itu tercermin dalam laporan keuangan perusahaan yang selalu diaudit oleh kantor akuntan publik yang bonafide dan juga selalu dilaporkan kepada Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Jadi, jelas bukan hasil korupsi apalagi berasal dari pencucian uang," katanya.

Atas dasar itu, Benny meminta majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat menjatuhkan putusan yang seadil-adilnya.