BOGOR, CEKLISSATU - Pemerintah akhirnya menetapkan kenaikan pajak barang dan jasa tertentu (PBJT) untuk jasa hiburan sebesar 40 persen hingga 75 persen yang diatur dalam UU No. 1/2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah. Tarif PBJT tersebut dikhususkan untuk diskotek, karaoke, kelab malam, bar dan spa.


Adanya kebijakan tersebut, justru membuat banyak pihak pengusaha hiburan malam yang tidak setuju dengan kenaikan pajak yang ditentukan Kementerian Keuangan itu.


Salah satu pengusaha karaoke dan kafe di Bogor yang enggan disebutkan namanya berkomentar, kenaikan pajak tersebut justru bukanlah langkah yang bijak untuk diambil pemerintah saat ini.

Baca Juga : FISIP Unida Terima Audit Lapang dari BPMPI untuk Capai Target Predikat Unggul Tahun 2026


Karena menurutnya, dengan adanya kenaikan pajak itu akan berimbas pada sepinya pengunjung ke tempat hiburan malam.


“Kalau seperti itu kan artinya pajak makanan dan minuman yang disediakan juga akan naik. Otomatis, pengunjung juga akan berkurang dan imbasnya pada pengurangan karyawan atau bahkan usaha kami yang akan tutup,” tuturnya ketika dihubungi Ceklissatu, Rabu (17/1/2024).


Dia mengatakan, seharusnya sebelum mengambil langkah menaikkan PBJT. Pemerintah melakukan sosialisasi terlebih dahulu, baru kemudian memberikan keputusan.


“Kalau seperti ini pasti akan menimbulkan protes dari para pengusaha tempat hiburan yang merasa usahanya terancam sepi pengunjung,” katanya.


Disisi lain, Anggota Komisi XI DPR RI Hafisz Tohir mengatakan pajak yang dikenakan pada jasa hiburan sebenarnya bergantung pada jenis jasa hiburan yang ditawarkan. Selain itu, pengenaan pajak pada jasa hiburan juga melihat sejauh mana jasa hiburan tersebut bermanfaat.


"Kalau nilai mudaratnya tinggi, maka wajib untuk dinaikkan. Jadi kalau dasar pemikiran kami di Komisi XI ya seperti itu. Pemerintah atau negara boleh mengambil pajak hiburan tinggi, memang akibat yang dibuat oleh hiburan tersebut memang agak tinggi risikonya. Maka untuk CSR-nya pun harus tinggi. Maka itu diambil lalu pajak tinggi," ujar Hafisz.


Namun, Hafisz menambahkan, di tengah masih besarnya tekanan ekonomi yang terjadi, kenaikan pajak hiburan tersebut kemudian membebani pengusaha. Untuk itu, Komisi XI nantinya akan mengundang Direktorat Jenderal Pajak untuk menyampaikan asumsi terhadap pengenaan pajak sebesar 40-70 persen tersebut.


"Kami akan mengundang Direktorat Jenderal Pajak di Komisi XI untuk menyampaikan asumsi mereka kenapa ini menjadi ribut yang tadinya tidak ada keributan ya. Sebetulnya (pengaturan pajak) itu domainnya pemerintah tetapi jika ini meresahkan masyarakat, maka DPR berhak untuk mempertanyakan kepada pemerintah," tandas Politisi Fraksi PAN itu.