BOGOR, CEKLISSATU - Mendikbudristek Nadiem Makarim menghapus kewajiban  skripsi bagi mahasiswa program S1 dan D4. Instutut Pertanian Bogor (IPB) University pun menyambut baik aturan tersebut.

"Jadi itu yang saat ini kita sudah lakukan dan Alhamdulillah, begitu kementerian mengeluarkan kebijakan ini tentu kami menyambut baik karena kami sudah melakukan 4 tahun sebelumnya," ucap Rektor IPB University Arif Satria usai pembukaan Dies Natalis ke-60 IPB University, Jumat (1/9/2023).

Kata Arif, kebijakan tersebut sangat tepat karena, karena mahasiswa penting untuk dibekali mekanisme yang sejalan dengan perencanaan karirnya.

Baca Juga : Diserang Warganet Karena Tutup Layanan, Pemkab Bogor Tunjuk Plt untuk Kadisdukcapil 

"Kita sudah mengeluarkan panduan bagi sarjana dan dioloma bahwa tugas akhir itu tidak harus berbentuk skripsi yang berbasis riset tetapi bisa laporan magang, bisa laporan pengembangan masyarakat di lapangan, bisa dari riset, bisa dari bisnis plan. Jadi mahasiswa misalnya punya fasion dalam pengembangan masyarakat maka dia melakukan pengembangan masyarakat di satu semester itu bisa langsung diklaim sebagai tugas akhir," ungkap Arif.

Mahasiswanya, tidak bisa diseragamkan menjadi peneliti. Tetapi, harus ada pilihan bagi mahasiswa untuk perencanaan karir ke depannya.

"Itulah kira-kira gambaran bahwa perencanaan karir mahasiswa sangat penting beragam, tidak bisa dihantam promo, tidak bisa diseragamkan semua jadi peneliti. Peneliti bagus, harus yang penting, skripsi juga masih penting tapi harus diberi opsi lain dan kita sudah mempraktikkan bahkan teknik industri sudah 100 persen tidak riset adalah dateng ke perusahaan berkelompok memecahkan masalah, kemudian masalah itu dilaporkan," tuturnya.

Arif mengaku tidak khawatir dengan kualitas lulusan IPB Unversity dengan adanya sistem tersebut. Sebab, kualitas mahasiswanya sudah ditingkatkan jauh sebelumnya terutama melalui magang yang mengasah soft skill denhan terjun ke masyarakat.

"Justru di masyarakat 6 bulan dia akan terasa keterampilan soft skillnya itu jauh lebih mahal yang tidak bisa didapat kuliah di kelas. Jadi kuliah di kelas mengalami keterbatasan, kalau riset saja tidak melibatkan masyarakat dia hanya study, mengamati, bagi-bagi kuisioner, diolah tanpa ada keterlibatan bagaimana dia berusaha berkolaborasi dengan masyarakat itu yang penting," tutur Arif.

Sementara, bahwa sebenarnya skripsi sebagai syarat penentuan lulus tidak ada diberlakukan di negara lain seperti Amerika dan Inggris. Dia pun memandingkan mahasiswa S1 IPB University itu tingkat kesulitan risetnya setara S2.

"Kalau kita lihat di negara lain memang tidak ada itu (skripsi). Anak saya di Amerika itu ga ada skripsi, kuliah selesai lulus aja. Di Inggris sampai S2 pun gak pake tesis. Indonesia itu standarnya berat sekali, bahkan S1-nya indonesia itu sebenarnya sebagian besar itu bisa ditafsirkan S1 di IPB itu kualitasnya, risetnya setara dengan S2 kan kasian dibebani dengan standar tinggi banget," pungkasnya.