BOGOR, CEKLISSATU - Sebenarnya tulisan ini akan saya akan selesaikan Senin depan sebagai Tajuk Utama media kami. Namun tampaknya, harus tetap diluncurkan meski dalam kondisi malam mingguan. Saya berharap, masyarakat tidak bosan mengomsumsi tulisan yang lagi-lagi bernuansa politik. Maklum, 11 hari lagi waktu yang dinanti akan tiba. Hari penentuan nasib bangsa lima tahun ke depan. 

Tulisan ini bermula, ketika Redaktur-redaktur kami menerima pesan undangan dari kampus-kampus yang ingin berorasi. Awalnya, kami mengira ini undangan orasi ilmiah yang biasa disampaikan oleh-oleh Sang Guru Besar. Namun menjadi agak serius ketika tidak hanya satu Guru Besar yang akan berorasi dan mengusung tema Menyelamatkan Demokrasi yang Bermartabat. 


Memang, kami sudah menduga dari awal bahwa kondisi ini akan terjadi. Tetapi kami tidak mengira akan digelontorkan oleh kelompok-kelompok super intelek, kampus, yang memproduksi kaum intelek dan ilmu yang berkualitas.

Baca Juga : Pj Bupati Bogor Asmawa Tosepu Apresiasi Perhelatan KORMI Fest 


Mendadak, meja redaksi kami diramaikan oleh analisa-analisa para redaktur yang mencoba menggali ada apa. 


Ternyata, mereka semua, para Sivitas Akademika turun gunung. Memang, kampus harus menjadi lembaga yang tidak boleh berdiri bagaikan menara gading, tinggi menjulang namun tidak peduli dengan kondisi terkini. 


Rupanya, pahlawan demokrasi itu kembali tergerak untuk menyelamatkan Demokrasi yang bermartabat dari kondisi yang intensitasnya sedang tinggi. 

Mereka, yang memiliki latar belakang keilmuan Hukum, Sosial, Politik dan ilmu-ilmu lainnya ingin demokrasi Bumi Pertiwi tetap berada di tahta paling tinggi. Mereka tidak ingin demokrasi dinodai. 

Memang, kontestasi politik kali ini agak lain, bahkan, baru kali ini Anak Presiden menjadi pemain dalam kompetisi. Belum lagi, proses yang dilalui memang menciderai, bahkan tidak sedikit kalangan yang menyebutnya Haram Konstitusi. 


Belum lagi, aktivitas para petugas negara yang terlihat tidak netral dan bahkan ikut serta dalam praktik kampanye. Padahal, seharusnya mereka netral dan tetap bertugas sebagai abdi negara, abdinya masyarakat. 

Turun Gunungnya para Pendekar dan Guru Keilmuan pastinya bukan tanpa sebab. Mereka yang biasanya berkutat dengan proses pendidikan, pengabdian, dan penelitian ingin ikut serta menlindungi demokrasi, bukan mencari sensasi. 


Seharusnya, kondisi ini bisa menjadi evaluasi berbagai pihak. Apalagi, Pemimpin Negara yang masih menjadi Abdi Masyarakat seharusnya tetap netral dan tidak boleh memihak. Dan dia juga tidak boleh lupa, bahwa Rakyat adalah Raja di Pesta Demokrasi

Berbagai kampus besar sudah menyampaikan sikap. Dan tentunya ini adalah upaya penyelamatan, bukan ingin menciptakan kerusuhan. Kita harus sama-sama menjaga kondusivitas di kompetisi politik ini hingga selesai dan seterusnya. 


Semoga, masyarakat juga tidak mudah tersulut hingga menciptakan kemelut. Lagi-lagi, kita harus menjaga bangsa ini. Jangan mau dipecah belah. Berbeda pilihan itu sebuah keniscayaan. 


Salam Demokrasi.


Pemimpin Umum Ceklissatu.com
Suhairil Anwar