BOGOR, CEKLISSATU - Polres Bogor mengungkap praktik jual bayi berkedok yayasan di wilayah Ciseeng, Kabupaten Bogor.

Bernama yayasan Ayah Sejuta Anak, polisi menangkap seorang pria berinisial SH (32) sebagai pelaku utama dalam kasus tersebut.

SH sendiri sebelumnya diketahui cukup masif melakukan praktik adopsi anak. Bahkan apa yang dilakukannya itu mendapatkan perhatian publik karena dinilai telah membantu masyarakat.

Namun polisi mendapatkan fakta lain. Menurut Kapolres Bogor, AKBP Iman Imanuddin apa yang dilakukan SH telah melanggar aturan.

"Ini ilegal. Karena untuk adopsi atau yayasan harus ada mekanisme yang ditempuh, untuk memastikan kemampuan ekonomi orang tua angkat dan lain sebagainya," tegas Iman di Mako Polres Bogor, Rabu 28 September 2022.

Di yayasan tersebut, SH menampung para ibu hamil yang tidak bersuami. Tujuannya agar anak yang dilahirkan ibu tersebut nanti bisa diadopsi oleh orang lain.

"Dia mengumpulkan ibu hamil yang tidak bersuami, dengan iming-iming dibantu proses persalinannya, kemudian setelah anaknya lahir, diberikan kepada orang tua adopsi, dengan membayar Rp15 juta," kata Iman.

Menurutnya, tebusan Rp15 juta yang diminta oleh SH kepada pengadopsi itu tidak diketahui oleh ibu kandung bayi tersebut. 

Pelaku beralasan dan menjelaskan kepada ibu kandung bayi, bahwa uang tersebut untuk mengganti biaya persalinan secara sesar di rumah sakit.

"Namun, nyatanya selama proses persalinan itu ditanggung BPJS dan tidak dipungut biaya," ungkap Iman.

Sebelum ditangkap polisi, pelaku diketahui telah menjual satu anak ke wilayah Lampung. Sementara saat penangkapan, polisi mendapati adanya lima orang ibu hamil sedang menanti proses melahirnya di kediaman pelaku, Perumahan Grand Viona, Desa Kuripan, Kecamatan Ciseeng, Kabupaten Bogor.

"Para ibu hamil dan anak yang sempat diadopsi, kini ditangani oleh Dinas Sosial (Dinsos) Kabupaten Bogor, untuk diberikan perlindungan serta penanganan sampai selesai melahirkan. Sementara sang bayi akan dijamin hidupnya oleh negara," jelas Iman.

Atas perbuatannya, pelaku dijerat dengan Pasal 83 jo 76F UU Nomor 35 tahun 2014 tentang Perubahan atas UU Nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak dan/atau Pasal 2 UU Nomor 21 tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang.

"Hukuman penjara paling singkat 3 tahun dan denda Rp60 juta. Maksimal 15 tahun penjara dan denda Rp300 juta," tegas Iman.