BOGOR, CEKLISSATU - Kecerdasan buatan (artificial intelegence/AI) diakui praktisi humas sangat bermanfaat untuk efisiensi pengolahan data berskala besar. Bahkan, AI juga berguna untuk membantu tugas humas dalam memitigasi kondisi krisis. 

Hal tersebut mengemuka di dalam webinar bertajuk “The Challenges and Opportunities of AIvolution in PR” pada 18 Mei 2024. Seminar daring ini bagian dari rangkaian Road to World Public Relations Forum 2024.

Mariana Siregar, Ketua Perhumas BPC Bogor, berharap pandangan dari para ahli di webinar ini dapat membantu memahami perubahan lanskap PR oleh AI. “Semoga webinar ini bermanfaat terutama bagi mahasiswa yang merupakan generasi penerus di bidang kehumas,” ujarnya.

Egalita Fany Adlia, Ketua Perhumas Muda Bogor, menyampaikan rasa terima kasih kepada semua pihak yang mendukung acara ini. “Semoga webinar ini bermanfaat terutama bagi sobat PR dan mahasiswa yang hadir,” Ega dalam sambutannya.

Baca Juga : Sampaikan Tiga Poin Penting di World Water Forum ke-10, Tito Karnavian: Air Bersifat Politis

Ketua Pelaksana, Dyla Fauza, mengapresiasi antusiasme peserta. “Webinar ini sangat berharga untuk berbagi pengetahuan dan pengalaman. Saya yakin peserta mendapatkan wawasan baru yang meningkatkan pemahaman mereka tentang PR,” ujarnya.

Sesi diskusi tersebut menghadirkan Dian Agustine Nuriman selaku Founder Nagaru Communication sekaligus Ketua Bidang Pelatihan Kehumasan Perhumas. Hadir pula CEO NoLimit Indonesia sekaligus Anggota Bidang Kompetensi Kehumasan Perhumas, Aqsath Naradhipa. 

Dian mengatakan, di dalam praktik pengolahan data berskala besar dan cepat oleh hubungan masyarakat (humas), AI sangat membantu pelaksanaannya. Kini, terdapat tujuh produk AI yang semakin lazim dimanfaatkan humas alias public relations (PR). 

Selain chatbots, beberapa produk AI lain yang banyak digunakan, yaitu speech to text tools, social media automation, content creation, media outreach, media monitoring, dan sentiment analysis.

“Memang kehadiran AI disertai ancaman dan risiko, tetapi inovasi AI juga memang bisa membantu efisiensi pekerjaan humas,” tutur Dian di sela pemaparannya. 

Namun demikian, ia juga menegaskan agar PR jangan sampai seutuhnya bergantung kepada produk AI. Sebab, terdapat sejumlah aspek yang tetap harus diawasi manusia. 

Menguatkan poin tersebut, Aqsath mengutarakan bahwa kehadiran AI memang disertai sejumlah tantangan. Risiko atau tantangan yang dimaksud bukan hanya soal privasi, tetapi juga terkait keamanan siber. “Karena keamanan dan kenyamanan itu seperti dua sisi mata koin,” ucapnya. 

Lebih jauh, kecerdasan buatan juga dapat berdampak terhadap jumlah pengangguran, ia menyebutnya pengangguran teknologi. Dengan kata lain, pengangguran yang disebabkan disrupsi teknologi.

“Seperti kasus gerbang tol dulu. Ketika awal diterapkan kartu tol untuk pembayaran di gerbang, hingga sekarang jadi uang elektronik, tak dipungkiri membuat puluhan ribu penjaga gerbang tol kehilangan pekerjaannya,” ujar Aqsath. 

Meskipun begitu, imbuhnya, AI memang terbukti membuka peluang-peluang baru, tak sekadar efisiensi pekerjaan humas. Kecerdasan artifisial bahkan berperan strategis untuk penanganan krisis secara lebih baik. 

“Karena humas atau misalnya corporate communication, bisa lebih mudah memetakan isu mana yang mau ditangani lebih dulu. Isu strategis yang mana dulu,” tutur Aqsath. 

Menurutnya, AI juga membuat humas menjadi lebih kreatif berinovasi menghadirkan produk kehumasan baru. Bahkan, AI juga bermanfaat membuat kampanye lebih hidup dan interaktif.