JAKARTA, CEKLISSATU – Tingkatkan nilai tambah produksi hasil hutan, Kementerian Perindustrian (Kemenperin) terus dorong hilirisasi produk hasil hutan.

Dengan hilirisasi produk hasil hutan dapat mendongkrak pertumbuhan ekonomi, menambah pendapatan negara, membuka lapanagan pekerjaan yang lebih banyak.

Berdasarkan data The State of Indonesia’s Forests (SOIFO) dan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), kawasan hutan dan kawasan periaran Indonesia menjadi yang terbesar ke-8 didunia dengan luas mencapai 125,8 hektar atau 62,97 persen dari luas daratan Indoneisa.

“Dari luas tersebut, yang dapat diusahakan untuk menjadi kegiatan ekonomi sebesar 68,8 juta hektar,” kata Direktur Jenderal Industri Agro Kemenperin, Putu Juli Ardika seperti dikutip dari keterangannya pada Minggu 3 September 2023.

Baca Juga : Hilirisasi di Sektor UKM, Jokowi: Kita Harus Kuasai Pasar Domestik

Putu mengatakan, komoditas hutan Indonesia adalah kayu dan non-kayu, di mana 80 persen bahan baku rotan di dunia dihasilkan dari hutan Indoneisa.

“Hal ini membuat kita dapat menentukan posisi geopolitik Indonesia di tataran global, karena hutan merupakan sumber daya yang memiliki nilai strategis bagi kelangsungan ekonomi,” ujar Putu.

Hilirisasi berbasis hasil hutam, tambah h=Putu, didukung dengan kebijakan larangan ekspor kayu bulat dan rotan mentah. Pada dekade 1970-an Indonesia masih melakukan ekspor bahan baku dari hutan alam. Kemudian, pada dekade 1980-an hilirisasi komoditas kehutanan mulai dilakukan dengan produksi dan ekspor kayu lapis.

“Hingga saat ini, komoditas hutan Indonesia telah menghasilkan produk-produk kualitas ekspor, di antaranya woodworking (kayu gergajian, komponen bangunan, bangunan prefabrikasi), panel (veneer, kayu lapis, barecore, Medium Density Fiberboard (MDF)), kayu laminasi, pelet kayu (wood pellet), furnitur, pulp, kertas, serta viscose yang merupakan bahan baku untuk produksi benang rayon,” jelas dia.

Hilirisasi haasil hutan berup kayu atau chip kayu, kata Putu, memiliki diversisivikasi yang cukup luas, salah satunya pulp dan kertas.

“Untuk ikut memasok kebutuhan containerboard dunia yang mencapai 192 juta ton, saat ini sedang dibangun industri paperboard dengan kapasitas terpasang 1,2 juta ton/tahun,” imbh Putu.

Sementara itu, tambah Putu, kinerja industri hilir berbasis hasil hutan dapat dilihat dari variabel nilai ekspor, serapan tenaga kerja, dan pertumbuhan investasi.

Hilirisasi industri berbasis hutan pada 2022 mencaapai USD15 Miliar, dengan impor senilai USD4,68 Miliar. Di sisi ketenagakerjaan, tercatat sebanyak 2,83 juta orang tenaga kerja terlibat di industri berbasis hasil hutan.

Berdasarkan data BPS, angka tenaga kerja tersebut meningkat jika dibandingkan dengan jumlah tenaga kerja di industri tersebut tahun 2015 dan 2019, berturut-turut sejumlah 543 ribu dan 2,76 juta orang.

“Selain itu, di sisi investasi juga terjadi peningkatan untuk industri hilir berbasis hasil hutan sejak 2015-2022. Pada tahun 2015, investasi industri hilir berbasis hasil hutan sebesar Rp16,5 Triliun, dan meningkat signifikan menjadi Rp43,97 Triliun pada 2022,” ungkap Putu.

Ke depan, pengembangan hilirisasi industri berbasis hasil hutan akan diarahkan pada komoditas yang produksinya memperhatikan kaidah-kaidah kelestarian lingkungan, antara lain bersumber dari bahan baku lestari, penerapan circular economy, berperan dalam penurunan emisi gas rumah kaca, dan memiliki eco-design yang sesuai dengan tren pasar.

“Sejauh ini sebagian besar produk-produk industri hilir berbasis hasil hutan Indonesia telah menerapkan prinsip-prinsip di atas, seiring tingginya environmental awareness dari konsumen negara tujuan ekspor,” tutup Putu.