JAKARTA, CEKLISSATU - Perlindungan terhadap privasi di dunia maya merupakan kunci utama keamanan diri dari berbagai ancaman kejahatan di dunia digital.

Dengan platform dunia digital, semua orang dapat beraktivitas sosial secara jarak jauh sekalipun. Masalah besar yang terjadi saat menggunakan media sosial adalah bocornya privasi milik pengguna karena kecerobohan yang dilakukannya.

Untuk itu, Kementrian Komunikasi dan Informasi (Kominfo) bersama DPR, mengadakan seminar dengan tema yang diangkat Webinar Literasi Digital : “Menjaga Privasi Bersama Di Dunia Digital”, Rabu 15 Februari 2023.

Anggota Komisi I DPR, Sturman Panjaitan mengatakan, menjaga privasi adalah hal yang sangat penting pada saat ini. 

Baca Juga : Babinsa Desa Dayeuh Cileungsi Bersama Warga Gotong Royong Bersihkan Jalan

"Bahkan di rumah di dalam keluarga pun kita memiliki ruang-ruang privasi, hal ini berarti disemua lini kehidupan ada lini-lini privasi yang harus kita jaga, baik itu dalam keluarga, masyarakan dan bahkan dilingkungan pekerjaan kita sekalipun," ucap dia, pada seminar yang diselenggarakan atas dukungan Kominfo itu.

Sturman mengatakan, bahwa pengguna internet mengalami kenaikan secara signifikan setiap tahunnya. Di mana durasi penggunaan internet di Indonesia mencapai 5-7 jam perhari hal ini belum termasuk para penggiat media social seperti dosen yang bahkan bisa menggunakan internet hingga 10 jam. Kemudian jika dilihat dari penggunaan media social data pengguna bisa mencapai 2,2 juta jiwa. 

"Privasi digital itu sendiri adalah hak dari pengguna internet itu sendiri, di mana pengguna memilih sendiri data mana yang harus disimpan dan mana yang harus dibagikan," jelas dia.

Dengan adanya UU ITE, masyarakat lebih berhati-hati dalam menggunakan media sosial karena dapat mencemarkan nama baik seseorang dan dapat dipidana minimal 4 tahun penjara.

"Banyak sekali kita mendengar keluhan dari instansi, lembaga maupun produk baik yang menggemborkan di sosial media tentang bagaimana kebohongan produk itu sendiri maka diatur di dalam undang-undang akan disaksi penjara 6 tahun dan denda sebanyak 1 milyar rupiah," tutur Purnawirawan TNI itu.

Oleh karena itu, masyarakat perlu ilmu dalam bermain sosial media baik secara lisan maupun tulisan.

Sementara itu, Dirjen Aplikasi Informatika (APTIKA) Kominfo, Semuel Abrijani Pangerapan mengatakan, bahwa pesatnya perkembangan teknologi yang semakin maju dengan adanya panedemic covid-19 telah mendorong kita untuk berinteraksi dan melakuakan berbagai aktivitas melalui platform digital, kehadiran teknologi sebagai bagian dari kehidupan masyarakat inilah yang semakin mempertegas bahwa kita berada di era percepatan trasnformasi digital.

"Kementrian Kominfo bersama Gerakan Nasional Literasi Digital serta jejaring hadir untuk memberikan perhatian informasi digital yang menjadi kemampuan digital di tingkat dasar bagi seluruh lapisan masyarakat Indonesia. Untuk itu, diperlukan kolaborasi yang baik masyarakat dengan pemerintah agar masyarakat tidak tertinggal dalam proses percepatan transformasi digital," jelas Semy, sapaan akrabnya.

Selanjutnya, Dosen Fakultas Hukum Universitas Internasional Batam, Shelvi Rusdiana mengatakan, cybercrime bukan merupakan kejahatan yang baru. Hanya medianya yang dikembangkan oleh para pelaku. 

"Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 yang di amandemen dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) adalah undang-undang administratif. Namun, pembuat UU memasukkan beberapa ketentuan tentang tindak pidana," jelas Shelvi.

Jenis kejahatan siber (cyber crime) yaitu Pertama, kejahatan siber yang menargetkan internet, komputer, dan teknologi terkait. Menurut UU ITE ada 7 (tujuh) jenis kejahatan yang diklasifikasikan sebagai kejahatan yang menargetkan internet, komputer, dan teknologi terkait. 

Kedua, kejahatan yang menargetkan tidak menargetkan internet, komputer, dan teknologi terkait, tapi menggunakan komputer sebagai media melakukan kejahatan tsb. Kejahatan ini terkait dengan publikasi dan distribusi konten ilegal. 

Tidak seperti kelompok pertama yang menganggap bentuk kejahatan baru, kelompok kedua dianggap sebagai kejahatan lama, tetapi perkembangan teknologi telah menciptakan media baru untuk memberikan kebebasan berekspresi. 

"Sebenarnya, semua jenis kejahatan ini sudah diatur dalam tindakan kriminal lainnya dan ini menciptakan apa yang disebut Douglas Huzak sebagai kriminalisasi berlebihan. Di negara-negara Asia Tenggara lainnya seperti Singapura dan Malaysia, publikasi dan distribusi konten ilegal menggunakan internet, komputer dan teknologi tidak dianggap sebagai bagian dari kejahatan siber," ucap dia.

Sementara itu, Presenter and News Producer Indosiar Utrich Farzah mengatakan, proses untuk memastikan penggunaan layanan digital, baik secara daring maupun luring dapat dilakukan secara aman.

Ada beberapa kompetensi keamanan digital, yakni mengamankan perangkat digital, mengamankan identitas digital, mewaspadai penipuan digital, memahami rekam jejak digital, dan memahami keamanan digital bagi anak.

Ia menjelaskan, ruang digital merupakan ruang yang tidak tersentuh, mempunyai jangkauan luas, tidak terbatas ruang dan waktu.

Keamanan privasi dalam dunia digital sangat penting untuk menghindari kekerasan berbasis gender online (KBGO), penyalahgunaan data pribadi, pencemaran nama baik, dan pengendalian data pribadi.

"Lindungi data pribadi dengan 5P, yaitu pembatasan informasi dan data pribadi, pantang meminjamkan gadget pribadi, perkuat password, perhatikan permission, pelaporan jika terjadi insiden. Semakin tinggi tingkat kenyamanan, maka kita harus meningkatkan tingkat keamanan pula," tutup Utrich.