BOGOR, CEKLISSATU - Pemerintah Kota (Pemkot) Bogor melalui Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) telah mengadakan Konsultasi Publik Penyusunan Dokumen Kajian Risiko Bencana (KRB) untuk Kota Bogor tahun 2023-2028. 

Acara tersebut melibatkan tim teknis KRB, BMKG wilayah Jawa Barat, IPB University, PMBG, dan BBWS Ciliwung-Cisadane, kemarin.

Sekretaris Daerah Kota Bogor, Syarifah Sofiah menekankan pentingnya kajian risiko bencana untuk meningkatkan ketangguhan Kota Bogor terhadap potensi bencana, mengingat sejarah bencana alam yang signifikan dalam beberapa tahun terakhir.

Baca Juga : SEAMEO BIOTROP bersama MABIC dan ISAAA Mengangkat Isu Bioteknologi Melalui 6th Asian Short Course on Agribiotechnology

"Kajian ini bertujuan untuk merencanakan langkah-langkah mitigasi, jalur evakuasi, dan strategi penanganan bencana. Dalam upaya menyusun dokumen KRB, Kota Bogor bekerja sama dengan ahli dari akademisi dan instansi terkait," ucapnya.

Senada, Dekan Fakultas Teknik Universitas Pakuan, Singgih Irianto menegaskan bahwa penyusunan dokumen KRB ini berjalan sesuai jadwal dan memperhatikan substansi yang menjadi prioritas di Kota Bogor, sesuai pedoman nomenklatur BNPB.

Adapun bencana yang umum terjadi di Kota Bogor termasuk banjir, tanah longsor, kebakaran pemukiman, angin puting beliung, dan pohon tumbang. Tahun 2023-2024, Bappeda akan memimpin penyusunan dokumen KRB ini sebagai bagian dari Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) dan jangka panjang.

Ketua Bappeda Kota Bogor, Agnes Andriani Kartika Sari menyebut bahwa kajian ini juga mempengaruhi perencanaan di masa depan, termasuk masa transisi Pilkada Serentak pada 2025 - 2026. 

"Indikator kerawanan kebencanaan di Kota Bogor saat ini berada pada kategori sedang, dengan indeks risiko bencana dan ketahanan daerah juga pada tingkatan sedang," ungkapnya.

Kajian ini diharapkan akan menghasilkan rekomendasi jangka menengah dan panjang, serta perencanaan tahunan yang akan meningkatkan ketangguhan kota terhadap bencana

Kajian ini, sambung Agnes, telah berlangsung sejak bulan Juni dan telah melibatkan banyak pemangku kepentingan serta mendapatkan bimbingan dari BNPB. 

"Tujuannya adalah untuk memitigasi risiko sebelum terjadinya bencana. Agnes berharap kajian ini dapat diselesaikan dalam dua bulan ke depan, sehingga dapat memberikan data yang lengkap," katanya.