JAKARTA, CEKLISSATU - Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI, Hasyim Asyari menjelaskan, KPU memperbolehkan kegiatan kampanye di lingkungan kampus maupun pesantren. 

Hasyim menjelaskan, dalam Pasal 280 ayat 1 huruf H Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu melarang penggunaan fasilitas pemerintah, tempat ibadah, dan tempat pendidikan. 

“Ingat ada catatannya, yang dilarang itu penggunaan fasilitasnya bukan kampanyenya. Peserta dan tim kampanye dilarang menggunakan fasilitas pemerintah seperti masjid dan tempat pendidikan," kata Hasyim di Gedung KPU RI pada Senin 25 Juli 2022.

Hasyim menambahkan, penjelasan pasal tersebut menyebutkan fasilitas pemerintah, tempat ibadah dan tempat pendidikan dapat digunakan untuk kampanye politik jika peserta pemilu hadir tanpa atribut kampanye pemilu. Kampanye juga diperbolehkan atas undangan dari pihak penanggung jawab fasilitas pemerintah, tempat ibadah dan tempat pendidikan. 

"Jadi kampanye di kampus itu boleh, dengan catatan apa, yang mengundang misalkan rektor, pimpinan lembaga, boleh," ujarnya. 

Baca Juga : Tahapan Pemilu 2024 Dimulai Hari Ini, Berikut Urutannya

Namun, pihak kampus yang mengundang juga harus memperlakukan hak yang sama ke seluruh peserta pemilu. Mengenai apakah peserta pemilu memenuhi undangan itu atau tidak, hal tersebut diserahkan ke masing-masing peserta pemilu itu sendiri.

 "Misalkan, kampus memberikan jadwal silakan tanggal 1 sampai 16, hari pertama partai nomor 1 dan seterusnya sampai 16, mau digunakan atau tidak kan terserah partai. Tapi intinya memberikan kesempatan yang sama," jelasnya. 

 Begitu juga pengaturan durasi dan frekuensi kampanye juga harus sama. Hasyim menjelaskan, durasi kampanye di kampus dibatasi maksimal hanya dua jam. 

"Mau dikurangi satu jam boleh, tapi kalau lebih dari dua jam itu yang nggak boleh. Tapi sekali lagi inisiatifnya dari pemimpin kelembagaan atau pengelola fasilitas pemerintah tersebut," ucapnya.

 Hasyim menuturkan, kampanye di lingkungan kampus penting dilakukan mengingat mahasiswa dan dosen memiliki hak suara untuk memilih. Dengan digelarnya kampanye di kampus, para akademisi bisa mengkritik janji kampanye yang dilontarkan para peserta pemilu.

"Wong mahasiswanya pemilih, dosen-dosennya juga pemilih, pengen tau dong siapa capresnya, siapa calon DPR nya, visi misinya kaya apa, apa janji-janjinya visi misinya untuk  pengembangan dunia akademik kan perlu diketahui dan perlu di-challenge, perlu dipertanyakan, realistis nggak dalam durasi waktu tertentu itu menjanjikan kampanye seperti ini dan itu. Itu penting," terangnya.